Harian Deteksi – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, peringatan dini merupakan faktor yang sangat penting dalam penanganan bencana alam. Untuk itu, katanya, BMKG terus melakukan penguatan sistem peringatan sini multibencana.
“Tak hanya meng-upgrade teknologi yang dimiliki, peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM (sumber daya manusia), namun juga membangun dan menguatkan kerja sama dengan media guna percepatan penyebaran informasi peringatan dini kepada masyarakat luas, terutama di daerah 3 T (terdepan, terpencil, tertinggal),” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (6/10/2023).
Dia pun mencontohkan gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang tahun 2011 lalu.
“Saat tsunami Jepang 2011 lalu, selain TV NHK, ada 122 stasiun TV, 24 radio AM, dan 25 radio FM yang ikut menyebar luaskan peringatan dini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya informasi peringatan dini bisa segera sampai kepada masyarakat,” ujar Dwikorita.
Dia menuturkan, sesuai dengan perundangan yang berlaku, dalam rantai Peringatan Dini secara menyeluruh dari ujung ke ujung (end to end), informasi dan peringatan dini dari BMKG akan berhenti di tingkat provinsi atau kabupaten, yaitu Badan Penanggulangan Bencana di Daerah (BPBD).
Kemudian, lanjutnya, BPBD yang bertanggungjawab meneruskan ke masyarakatnya, terutama yang berada di lokasi terdampak.
“Yang menjadi persoalan adalah informasi tersebut dapat terputus dan tidak berhasil tersambung untuk diteruskan ke masyarakat oleh BPBD (Pemerintah Daerah), khususnya yang berada di daerah terpencil,” ujarnya.
“Untuk itu, selain menggencarkan penyebarluasan peringatan dini melalui aplikasi Info BMKG di telepon genggam dan melalui jaringan televisi, BMKG juga menjalin kerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI),” katanya.
Dengan begitu, dia berharap, siaran RRI dapat menjadi solusi terputusnya informasi tersebut, sehingga informasi peringatan dini BMKG dapat menembus daerah-daerah 3 T Indonesia.
BMKG, lanjutnya, tak fokus pada 1 jenis media penyalur informasi peringatan dini. Dengan begitu, jelas Dwikorita, gap antara yang menerima dan tidak menerima informasi dapat semakin kecil sehingga risiko bencana dapat semakin ditekan.
“Contoh, dalam kasus gempa bumi dan tsunami, golden time atau rentang waktu singkat antara peringatan dini dan saat bencana tiba sangatlah sempit,” kata Dwikorita.
“Maka, jika semakin cepat informasi peringatan dini tersebut sampai, maka kesempatan untuk menyelamatkan diri pun semakin besar. Dengan begitu, kata dia, risiko korban jiwa bisa diminimalisir,” cetusnya.
Selain itu, terangnya, BMKG bekerja sama dengan radio-radio lokal dan juga radio komunitas di daerah-daerah agar informasi peringatan dini BMKG bisa tersebar semakin luas. Di beberapa daerah, kata dia, BMKG juga telah bekerja sama dengan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI).
“Kerja sama ini juga dalam upaya meningkatkan literasi kebencanaan masyarakat dan memerangi hoax bencana yang sering muncul dan menimbulkan ketakutan,” tegas Dwikorita.
Sebelumnya, saat menghadiri Diskusi Panel di Markas PBB, New York, AS pada 20 September 2023 lalu, Dwikorita menyebut, Indonesia memiliki banyak sekali ancaman bencana alam.
Untuk itu, katanya, BMKG terus berupaya membangun sistem peringatan dini yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mempersempit kesenjangan dalam mendapatkan akses untuk keselamatan.
Menurut Dwikorita, sistem peringatan dini yang efektif dan handal harus didukung pemahaman masyarakat akan risiko bencana yang dihadapi serta cara penyelamatan diri secara mandiri, cepat dan tepat. Ini harus dilengkapi dengan sistem deteksi dini berdasarkan monitoring secara sistematis – berkelanjutan dan prediksi akurat terhadap perkembangan fenomena bahaya oleh lembaga yang berwenang.
Dan, katanya, harus diperkuat dengan sistem komunikasi dan diseminasi informasi peringatan yang juga dituntut secara cepat, tepat dan akurat, serta upaya berkelanjutan untuk menguatkan kapasitas masyarakat dalam merespon peringatan tersebut secara cepat dan tepat.
“Pekerjaan rumah terbesar Indonesia dan banyak negara adalah memastikan masyarakat dan seluruh pihak paham dan mengerti bahaya apa yang mengancam mereka. Dan, mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk penyelamatan diri, jika sewaktu-waktu terjadi bencana,” kata Dwikorita.