Kam. Nov 30th, 2023

Gibran Kembalikan KTA PDIP dan Kegalauan Bobby Nasution, Pertanda Apa?

Harian Deteksi – Wali Kota Solo sekaligus bakal calon wakil presiden (Cawapres) Koalisi Indonesia Maju (KIM), Gibran Rakabuming Raka resmi keluar dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu telah mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) miliknya ke DPC PDIP Kota Surakarta.

Kendati secara aturan, Gibran sejatinya secara otomatis telah keluar dari PDIP sejak dideklarasikan menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto. Sebab, PDIP telah mengusung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud Md pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Saat status politik Gibran di PDIP sudah pasti, kini kegalauan justru dirasakan Wali Kota Medan Bobby Nasution. Menantu Jokowi ini galau antara memilih kakak iparnya atau PDIP selaku partai yang telah membesarkan namanya.

Bobby sendiri telah menghadap ke Kantor DPP PDIP di Jakarta pada Senin, 6 November 2023 kemarin. Kepada Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun, Bobby mengungkapkan kegalauannya. Dia meminta izin mendukung kakak iparnya dan masuk dalam tim kampanye nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Namun di sisi lain, dia tidak ingin keluar dari PDIP.

Komarudin menegaskan bahwa siapapun kader PDIP tidak bisa bermain dua kaki. Karena itu, PDIP memberi waktu Bobby Nasution untuk segera mengambil keputusan politiknya.

Namun sekarang yang menjadi pertanyaan besar, kemana Gibran Rakabuming Raka akan berlabuh setelah tak lagi ber-KTA PDIP?

Direktur Populi Center Usep S Akhyar menuturkan bahwa Gibran bisa saja memilih tetap tidak berpartai hingga Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti usai. Sebab, tanpa berpartai pun Gibran sudah memiiki afiliasi dari para pendukung Jokowi.

“Jadi para pendukung Pak Jokowi mengasosiasikan bahwa Gibran itu representasi dari Pak Jokowi, dan Pak Jokowi ini pendukungnya banyak. Jadi kalau pun tidak berpartai, Gibran sebenarnya sudah ada ceruknya, Selasa (7/11/2023).

Untuk saat ini, justru partai politik yang lebih membutuhkan Gibran agar bergabung dengannya. Sehingga partai tersebut akan mendapatkan coat-tail effect atau efek ekor jas dari elektabilitas Gibran di Pemilu 2024.

Sementara jika Gibran bergabung dengan partai tertentu, menurut Usep, pasti akan berdampak pada hubungannya dengan parpol lain di Koalisi Indonesia Maju.

Namun begitu, bukan berarti Gibran akan lebih baik untuk tidak berpartai selamanya. Menurut dia, putra sulung Jokowi itu perlu memiliki partai ketika nanti sudah terpilih menjadi wakil presiden Republik Indonesia (RI).

“Karena untuk mendorong memperkuat koalisi nanti di parlemen gitu. Posisi dia (di pemerintahan) juga akan lebih kuat,” kata Usep.

Lebih lanjut terkait kegalauan Bobby Nasution, Usep melihat nasibnya di PDIP tinggal menunggu waktu. Secara emosional kekeluargaan, mustahil Wali Kota Medan itu tidak mendukung Gibran di Pilpres 2024.

“Ya kan sebenarnya tinggal nunggu waktu saja, ketegasan dari PDIP gitu. Ini kan dari kemarin juga saling menunggu apakah dari pihak keluarganya Jokowi yang akan menyerahkan (KTA), dan Gibran kan akhirnya menyerahkan itu setelah disindir-sindir,” katanya.

Begitu juga dengan Jokowi. Meski tidak pernah menyatakan dukungan terhadap pasangan manapun dan menegaskan presiden netral, namun publik tetap akan melihat Jokowi berpihak pada anaknya. Ditambah lagi, sikap Jokowi juga tersirat dari keputusan para relawannya mendukung Prabowo-Gibran.

“Agak sulit ya melihat bahwa keluarga Pak Jokowi tidak solid mendukung Gibran,” ujar Usep.

Meski begitu, ‘pembangkangan’ ini tidak serta merta bisa membuat PDIP bersikap tegas kepada Jokowi. Sebab bagaimanapun, Jokowi masih setahun menjabat sebagai presiden dan memiliki hak prerogatif untuk menentukan menteri kabinetnya.

Jika salah mengambil keputusan, bukan tidak mungkin justru akan membuat PDIP terjungkal di Pemilu 2024. Itu sebabnya, hingga saat ini Jokowi masih dibiarkan berstatus sebagai kader PDIP.

“Karena merka juga tahu kan hubungan tehadap Jokowi itu bukan hanya soal harus tegas atau tidak tegas, tapi punya efek elektoral enggak itu yang kemudian dihitung oleh GP (Ganjar Pranowo). Kalau tegas gimana, kalau tidak tegas apa efek elektoralnya, pasti dihitung,” ujar Usep.

Menurut dia, PDIP saat ini dalam posisi sulit. Pasangan Ganjar-Mahfud tidak bisa menggambil sikap berseberangan dengan Jokowi. Begitu juga PDIP tidak bisa mengkritik kebijakan atau keputusan yang diambil Jokowi.

“Karena kegagalan Pak Jokowi sama saja dengan kegagalan PDIP, dan sebaliknya. Jadi posisinya itu kalau mengambil posisi berseberangan itu juga berisiko, mengambil posisi menganggap Pak Jokowi mendukung itu juga berisiko, karena pada kenyataannya enggak,” kata Usep.

“Makanya mungkin sikap-sikap yang netral lunak gitu, itu mungkin justru lebih strategis bagi keduanya karena kan ini yang berebut dua ini,” sambungnya.

Saat Kaesang Pangarep gabung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan langsung menjabat sebagai ketua umum, banyak yang berspekulasi Jokowi kelak akan diproyeksikan menjadi dewan pembinanya. Namun menurut Usep, hal itu tidak akan terjadi.

Setelah tidak lagi menjadi kepala negara, terlepas siapapun presidennya nanti, Jokowi diperkirakan tidak akan terjun di struktural partai. Menurut Usep, Jokowi akan kembali ke kampung halamannya di Solo dan bisa saja menjadi king maker.

“Saya tidak bisa berandai-berandai. Kalau dia bilang ya pulang ke Solo, itu lebih baik. Berarti ya king maker lah,” katanya.

“Mungkin itu juga kalau anak-anaknya mapan di partai itu misalnya Gibran di partai apa Golkar, kalau Kaesang di PSI, menurut saya sudah tidak harus Pak Jokowi secara de jure masuk ke partai mana. Pasti dengan anak-anaknya, keluarganya yang masuk di partai-partai itu saya kira ya de facto-nya pasti berkonsultasi semua sama king maker-nya itu,” ucap Usep menandaskan.

Hal yang sama juga disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno terkait nasib Gibran setelah tak lagi ber-KTA PDIP. Menurut dia, semua partai politik terutama yang berada di KIM pasti membuka lebar pintunya untuk Gibran.

“Saya kira yang bisa jawab apakah Gibran mau ke Golkar, PSI atau partai lain, itu hanya Gibran. Tapi yang jelas peminat Gibran ini banyak, mengingat posisi saat ini Gibran ini adalah cawapres yang berpasangan dengan Prabowo Subianto, dan kedua Gibran ini anak presiden, itu daya tarik yang cukup luar biasa, Selasa.

Namun Adi tidak menampik bahwa ada kans yang cukup besar Gibran bakal bergabung dengan Golkar. Meski hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Gibran maupun Golkar.

“Kalau berani jujur, santernya Gibran itu dikaitakan dengan Golkar, meski dalam bersamaaan Kaesang juga menawarkan diri. Tapi sangat jelas tergantung dengan Mas Gibran,” katanya.

Sementara terkait kegalauan Bobby Nasution, Adi melihat, nasib Wali Kota Medan itu di PDIP akan seperti kakak iparnya. Apalagi Bobby juga telah menyatakan dukungannya terhadap Prabowo-Gibran yang merupakan lawan PDIP di Pilpres 2024.

“Tinggal bagaimana menyelesaikan proses administrasi dengan PDIP, karena secara politik Bobby pasti tidak ke Ganjar, lebih ke Prabowo dan Gibran. Tinggal apakah kartu anggota akan dikembalikan atau nunggu dipecat. Tapi treatment-nya sama ke Gibran untuk mengembalikan kartu,” ujarnya.

Dia yakin PDIP di Pemilu 2024 ini tidak akan bermain dua kaki, meski masih memberi kesempatan Bobby untuk memilih serta tidak memecat Jokowi yang oleh sebagian publik dianggap lebih berpihak pada Prabowo-Gibran ketimbang Ganjar-Mahfud yang diusung partainya.

“Kan ditegaskan oleh PDIP mereka enggak main dua kaki. Kalau main dua kaki, enggak bakal minta kepada Gibran dan Bobby untuk mengembalikan kartu anggotanya. Udah pecah kongsi halus itu,” kata Adi menandaskan.

Golkar Terbuka Tampung Gibran dan Bobby

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *