Jimly Sebut Mafia Peradilan Gelar Rakernas Setahun Sekali, Ada Polisi hingga Hakim
Harian Deteksi – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan bahwa ada rapat kerja nasional (Rakernas) yang dilakukan para mafia peradilan. Menurut Jimly Asshiddiqie, rakernas tersebut digelar setiap satu tahun sekali.
Hal itu diungkapkan Jimly saat memimpin sidang dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi atas putusan gugatan uji materi tentang syarat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (3/11/2023).
“Kalau mafia peradilan itu, kalau setahun sekali para mafia itu rakernas. Itu cuman segelintir orang tapi lumayan banyak,” kata Jimly.
Jimly mengatakan, para mafia itu melaporkan berapa penghasilan yang didapat dari memeras masyarakat saat bertugas.
“Mereka rakernas setiap tahun lalu masing-masing melapor siapa yang paling banyak dapat duit,” ujar mantan Ketua MK ini.
Lebih lanjut, ujar Jimly, polisi dan jaksa mendapatkan uang yang sama jumlahnya. Kemudian, selanjutnya yang mendapatkan uang lebih banyak lagi adalah panitera.
“Polisi lapor, sekian dapatnya. Jaksa lapor. Ternyata sama banyaknya antara polisi dan jaksa itu. Tapi sebenarnya lebih banyak jaksa karena jaksa itu kerjanya sampai eksekusi. Tukang peras ini. Diperas-peras semua,” jelas Jimly.
“Sampai terakhir, panitera. Panitera itu suka ngaku, hakimnya minta sekian, padahal dia (yang minta). Hakimnya pindah-pindah, provinsi ini, pindah sana, pindah sana. Paniteranya di situ aja. Dia jadi manajer,” sambung Jimly.
Pengacara Dapat Bagian Terbanyak
Terakhir, kata Jimly, hakim juga mendapatkan uang. Para hakim merasa uang tersebut lebih sedikit dibanding yang lain.
“Nah terakhir baru hakim. Hakim itu biasanya hasil perasan ini sudah tinggal tulang-tulangnya. Baru dapat tulang-tulangnya itu. Tapi kata pengacara, waktu rapat rakernas itu, ‘Iya Pak Hakim, Bapak tinggal dapat tulang-tulangnya tapi di dalam tulang ada sum-sum,” kata Jimly sambil tertawa.
Maka dari itu, Jimly menegaskan bahwa semua aparat penegak hukum mendapatkan ‘jatuh’. Namun, advokat mendapatkan uang yang paling banyak.
‘Jadi walhasil semua dapat. Semua kebagian. Tapi yang paling banyak dapat tuh advokat. Mulai dari sebelum kejadian, sampai eksekusi, sampai terus dapat. Makanya advokat tuh kaya-kaya,” imbuh Jimly.
MKMK Tak Yakin Bisa Batalkan Putusan MK Soal Syarat Capres
Sebelumnya diberitakan, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengaku belum yakin dapat membatalkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat capres dan cawapres.
Menurutnya, ia hanya bertugas untuk menegakkan kode etik hakim konstitusi. Maka dari itu, ia merasa heran jika dirinya diminta untuk menilai putusan MK.
“Kalau Anda tanya apakah saya sudah yakin, saya belum yakin. Kita ini ditugasi menegakkan kode etik perilaku hakim. Kok kita disuruh menilai putusan MK, itu bagaimana?” kata Jimly kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Meski demikian, Jimly berujar bahwa ia ingin membatalkan putusan tersebut. Namun, ia meminta para Pelapor dugaan pelanggaran etik untuk meyakinkan dirinya saat sidang dengan argumen-argumen yang logis.
“Intinya pertama, bagaimana Anda meyakinkan lembaga penegak kode etik, mengurusi perilaku para hakim, lalu membatalkan putusan,” ujar Jimly.
“Saya sih mau saja tapi kalau ngawur-ngawur, sekadar emosi, sekadar ini kan enggak bisa. Harus dipertanggungjawabkan secara benar, secara hukum,” sambungnya.
Perdebatan Hakim MK Tak Boleh Diumbar
Selain itu, Jimly Asshiddiqie juga menilai, dinamika perdebatan para hakim konstitusi mestinya tidak diumbar ke publik. Menurutnya, perdebatan keras para hakim dilakukan saat internal saja.
“Tidak apa-apa berdebat sampai getok meja, tapi kalau keluar sudah ada putusan ya dihormati. Tidak boleh emosi lalu dibawa-bawa keluar,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
“Menceritakan ini itu tidak boleh itu. Ini juga bagian dari yang harus diperbaiki ke depan. Jadi tidak boleh begitu. Ini lembaga serius ini, bukan pengadilan biasa,” ujarnya.
Jimly menyebut, masalah dissenting opinion atau pendapat berbeda para hakim menjadi salah satu hal yang perlu diperbaiki. Menurutnya, berbeda pendapat boleh asal tidak berlebihan.
“Soal kohesivitas dan kolaborasi, kohesivitas, kerja sama, dan kekompakan bersembilan. Ini kalau dibiarin ini bisa repot ini,” ujarnya.
“Jadi, sekali lagi ya, ada 9 tiang itu menggambarkan bahwa independensi struktural bernama MK harus diimbangi independensi fungsional setiap hakim,” kata Jimly.
Jimly menambahkan, pada persidangan MKMK hari Kamis (2/11) juga banyak laporan terhadap hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat. Pelapor mempersoalkan mereka yang mengumbar dissenting opinion seperti curhat.
“Yang dipersoalkan adalah dissenting opinion, kok bukan opinion isinya. Isinya curhat. Nah ini kan sesuatu yang baru bagaimana sebaiknya kita membangun tradisi dissenting opinion supaya jangan berlebihan,” katanya.