Kam. Des 7th, 2023
-Pulau

Harian deteksi- Sebanyak 11 nelayan Indonesia yang berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), terdampar selama enam hari di pulau kecil di perairan Australia, setelah dihantam Siklon Tropis Ilsa, sampai akhirnya diselamatkan oleh pihak berwenang Australia pada Senin (17/04) malam.

Nelayan yang selamat, Badco Said Jalating alias Rama Jalating, menceritakan bagaimana dia bisa bergabung dengan 10 orang nelayan lainnya yang terdampar di Pulau Bedwell, Australia, setelah 30 jam berada di laut.

Penuturan Rama Jalating itu disampaikan kepada Kepala Desa Papela, Sugiarto.
Dua perahu nelayan asal Pulau Rote, NTT, diterjang Siklon Tropis Ilsa.

“Dia selamat karena mengikatkan tali ke dirinya sendiri dan ke wadah air plastik besar sebelum melompat dari perahu. Itu berlangsung pukul 03.00 dini hari dan saat itu Rama tidak melihat ABK lainnya,” kata Sugiarto kepada wartawan Eliazar Robert yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Setelah enam hari berlayar, pada 12 April, perahu mereka diterpa gelombang tinggi dan angin kencang yang disebabkan Siklon Tropis Ilsa.

Hantaman gelombang membuat mesin perahu tidak bergerak dan perahu akhirnya tenggelam.

Rama yang berenang di laut menggunakan wadah air plastik selama 30 jam itu akhirnya melihat daratan dan menuju ke sana.

Ternyata daratan itu adalah Pulau Bedwell.

Di sana dia bertemu dengan 10 orang nelayan dari PM Dioskuri 01, yang berangkat dari Papela pada 6 April dan juga diterjang Siklon Ilsa.

Nama 10 nelayan yang selamat, antara lain: Welhelmus Bura’a (juragan), Yanwance Bella, Im Daan, Iban Pau, Bai Rano, Thomson Risi, Sepri Rote, Sahbudin Mala, Gat Doma, dan Rahman Iwan Ndun.

Sementara itu, hingga Kamis (20/04), delapan rekan Rama yang berada di PM Putri Jaya belum diketahui nasibnya dan dinyatakan hilang.

Makan ikan mentah

Menurut laporan yang diterima Kepala Desa Papela, Sugiarto, 11 nelayan itu bertahan hidup selama enam hari di pulau pasir Bedwell dengan mengonsumsi ikan mentah.

Sebelumnya diberitakan bahwa mereka bertahan hidup tanpa makanan dan minuman.

Nusiaga Putri – Fungsi Protokol dan Konsuler Konsulat RI di Darwin, yang baru saja menemui para nelayan pada Kamis (20/04) – mengatakan para nelayan bertahan dengan makan ikan.

“Dan air yang diminum adalah air laut. Kalau bosan minum air laut, mereka berendam di laut,” kata Nusi kepada BBC News Indonesia.

Saat ini, kondisi 11 nelayan itu dinyatakan “sehat” dan “sudah bisa menghubungi keluarga masing-masing”.

Bagaimana mereka diselamatkan?

Ke-11 nelayan itu pertama kali terdeteksi oleh pesawat patroli Pasukan Perbatasan Australia (ABF), pada Senin (17/04), dalam operasi pengawasan yang dilakukan beberapa hari setelah Siklon Tropis Ilsa menghantam barat laut Australia pada pekan lalu.

Kemudian, ABF memberi tahu Otoritas Keamanan Maritim Australia (AMSA) untuk menyelidikinya.

AMSA menemukan kamp darurat dan memanggil tim darurat dari PHI Aviation.

Pada Senin sore, PHI Aviation mengirim helikopter dari Broome, Australia Barat, untuk mengevakuasi para nelayan.

Pakar SAR PHI Aviation, Gordon Watt, mengatakan fakta bahwa para nelayan itu bisa bertahan begitu lama adalah hal yang “luar biasa”.

Siklon Tropis Ilsa memiliki kekuatan kategori 5, dengan kecepatan angin yang mencetak rekor baru. Siklon itu disebut-sebut sebagai yang terkuat dalam 12 tahun terakhir.

Delapan nelayan masih hilang

Sebanyak delapan nelayan di PM Putri Jaya milik Azhar Harabiti masih dinyatakan hilang.
Nelayan Indonesia terdampar di pulau kecil di Australia setelah kapalnya dihantam Siklon Tropis Ilsa.

Data yang diterima Kepala Desa Papela, Sugiarto, menunjukkan para nelayan yang hilang itu antara lain: Arsad Saleh, Salman Kawak, Safrudin Jalating, Harno Acing, Muhammad Yamin, Rendi, Jun, dan Iven.

Nusiaga mengatakan, menurut kesaksian Rama Jalating, delapan orang itu tidak selamat “karena perahu terbalik”.

Hingga saat ini KJRI Darwin belum mengetahui apakah ada upaya pencarian korban perahu tenggelam itu, baik dari Indonesia maupun dari Australia.

“Terus terang kami belum ada informasi terkait hal tersebut. Tapi kalau kapal terlihat di perairan Australia, di mana mereka [pihak Australia] selalu melakukan patroli, mereka akan menginfokan ke konsulat,” ujar Nusi.

Ke-11 nelayan tiba di Darwin pada Rabu (19/04) pukul 13.00 waktu setempat, setelah sempat menjalani pemeriksaan medis di Rumah Sakit Broome, Australia Barat.

Mereka ditempatkan di detensi imigrasi Northern Alternative Place of Detention (NAPOD) di Hotel Frontier Darwin, sambil menunggu proses repatriasi atau pemulangan.

Dalam berita resmi yang disampaikan Konsulat RI di Darwin kepada Pemerintah Provinsi NTT, 11 nelayan itu ditetapkan sebagai Non-warga negara Australia yang Melanggar Hukum (Unlawful Non Citizens/UNCs) dan ditahan berdasarkan Migration Act 1958 karena telah memasuki zona penangkapan ikan Australia.

Namun, setelah mempertimbangkan beberapa hal, termasuk trauma yang dialami para nelayan, pihak berwenang Australia memutuskan untuk melakukan repatriasi “tanpa melalui suatu proses pengadilan”.

“Konsulat RI akan memfasilitasi proses repatriasi para nelayan ke Indonesia,” kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Judha Nugraha dalam pesan singkat.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *