Harian deteksi– Membenahi “tata kelola kawasan hutan dan lahan yang buruk” yang menjadi 1 akar persoalan terus terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia dinilai oleh aktivis lingkungan jauh lebih substantif dan bijak, daripada sekedar berkutat tentang dari mana asap berasal.
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian menambahkan, Indonesia juga perlu mengajak Malaysia dan negara tetangga untuk bersama-sama menyelesaikan akar permasalahan karhutla itu.
Alasannya, sebagian besar lokasi titik-titik karhutla disebut dikuasai oleh korporasi monokultur dari Malaysia.
Sebelumnya, terjadi silang pendapat antar Indonesia dan Malaysia terkait asal sumber asap karhutla.
Malaysia menuding bahwa karhutla di Indonesia telah memperburuk polusi udara di wilayahnya.
Berdasarkan peta sebaran titik panas BMKG pada Senin (02/10), terdapat 4.788 titik panas sedang dan 191 titik tinggi di Kalimantan.
Sedangkan di Sumatra, terdapat 775 titik panas sedang dan 35 titik panas tinggi.
Terkait titik panas itu, KLHK juga melakukan upaya pemadaman dan modifikasi cuaca untuk mengatasi karhutla, dan juga melayangkan peringatan kepada 203 perusahaan yang aktivitasnya memicu kebakaran lahan dan hutan.
Bagaimana kondisi udara di negara tetangga?
Mahfud Budiono tinggal di lantai atas sebuah kondominium di Bandar Sunway, Petaling Jaya, Selangor, Malaysia.
Warga negara Indonesia yang bekerja sebagai teknisi di Malaysia itu mengirimkan sebuah foto yang memperlihatkan kondisi udara di wilayahnya.
“Hari ini cuaca cerah. Walau ada sedikit kabut tapi pandangan masih luas dan jauh,” kata Mahfud kepada BBC News Indonesia, Senin (02/10).
Selain itu, Mahfud mengatakan, aktivitas masyarakat di areanya berjalan dengan normal. “Anak-anak masih sekolah, dan jarang orang pakai masker.”
Namun, dia mengatakan, pada akhir pekan lalu, kabut asap yang cukup pekat terlihat dari jendela tempat tinggalnya.
“Mungkin karena gabungan antara mendung dan kabut asap. Tapi selepas itu, hari-hari selanjutnya, cuaca sudah normal dan cerah.
“Di sini juga hampir tiap pekan hujan, mungkin itu yang buat kabutnya cepat hilang,” ujarnya.
Merujuk data Indeks Polutan Udara Malaysia, kualitas udara di area Mahfud yaitu Selanggor, berada rata-rata di level sedang (51-100) sejak Selasa (26/09) hingga Kamis (28/09).
Kualitas udara lalu masuk dalam kategori tidak sehat di sepanjang hari Sabtu (29/09), dengan angka tertinggi mencapai 153 (rasio tidak sehat berada di rasio 101-200).
Kualitas udara pun membaik ke level sedang dan kembali menjadi tidak sehat sekitar pukul 12 siang, waktu setempat, Senin (02/10).
Di Singapura, Didik Yakub mengatakan kualitas udara saat ini di wilayahnya berada di atas normal.
Didik yang merujuk angka dari Badan Lingkungan Nasional Singapura (National Environment Agency/NEA) mengatakan kualitas udara pada Senin (02/10), berada di angka 53 atau level sedang.
“Mobilitas hari-hari di luar masih normal. Belum terlihat tanda-tanda pemerintah Singapura memberi imbauan ke warga untuk tetap berada di ruang indoor,” kata Didik yang mengatakan kualitas udara umumnya berada di level baik.
Namun, pekerja WNI yang tinggal di Singapura itu mengatakan pada Jumat pekan lalu kualitas udara berada di angka yang cukup tinggi, yaitu 81 atau menuju kategori tidak sehat.
Didik mengatakan, menurut pemberitaan di Singapura yang dia baca, pemerintah telah memberikan informasi ke warga untuk bersiap-siap akan potensi asap dari Indonesia.
Silang pendapat asal asap antara Indonesia dan Malaysia
Direktur Jenderal Departemen Lingkungan Malaysia Wan Abdul Latiff Wan Jaffar menuding karhutla di Indonesia memperburuk polusi udara di pantai barat Malaysia dan wilayah Sarawak, Malaysia timur.
“Kualitas udara secara keseluruhan di negara ini menunjukkan penurunan,” katanya dalam pernyataan yang dirilis Jumat (29/09) waktu setempat.
“Kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Sumatra bagian selatan, dan wilayah Kalimantan bagian tengah dan selatan di Indonesia telah menyebabkan kabut asap melintasi perbatasan negara,” ujarnya.
Sementara itu, Pemerintah Singapura, Jumat (29/09), menyebut indeks standar polutan (PSI) negaranya berada di level sedang, dan telah siap untuk melaksanakan rencana aksi kabut asap jika kualitas udara memburuk ke level tidak sehat (di atas 100).
“Kabut asap sedang hingga tebal teramati di sebagian wilayah Sumatra bagian selatan dan tengah… Meskipun Singapura diperkirakan tidak akan mengalami kabut asap parah dalam beberapa hari mendatang, PSI mungkin akan memburuk jika terjadi pergeseran arah angin,” dalam rilisnya.
Menteri LHK Siti Nurbaya membantah tudingan pejabat Malaysia yang menyebut polusi di sebagian wilayahnya berasal dari Indonesia.
“Kita terus mengikuti perkembangan dan tidak ada transboundary haze ke Malaysia,” katanya dalam siaran pers, Senin (02/10), merujuk pada hasil pantauan ASMC dan pantauan satelit Himawari BMKG periode 28-30 September 2023.
Siti Nurbaya dikutip dari Kantor berita AFP juga mengatakan, “Mereka (Malaysia) mengacu pada data titik api? Apa mereka tidak tahu bedanya hotspots dan firespots? Kalau (Anda) tidak tahu persisnya, jangan sembarangan bicara,” kata Siti.
Di luar upaya pemadaman dan modifikasi cuaca untuk mengatasi karhutla, KLHK menyebut telah melayangkan peringatan kepada 203 perusahaan yang aktivitasnya memicu kebakaran lahan dan hutan.
KLHK juga mengeklaim baru-baru ini telah menyegel area operasi 20 perusahaan terkait kegawatdaruratan karhutla.
Namun KLHK tidak menjabarkan daftar perusahaan yang mereka anggap melanggar aturan terkait pengelolaan lahan yang berujung kebakaran.
“(Datanya) belum bisa kami berikan,” kata Kepala Biro Humas KLHK, Nunu Anugrah, kepada BBC Indonesia.
Apakah asap karhutla Indonesia mencapai negara tetangga?
BBC News Indonesia melihat peta dari ASMC tentang situasi kabut asap regional dalam sepekan terakhir.
Pada Senin (25/09) hingga Minggu (01/10) terlihat bahwa sebaran asap berada di sekitar wilayah Sumatra Selatan, Jambi dan Lampung, lalu Kalimantan Tengah hingga Kalimantan Timur.
Tidak ada sebaran udara yang mencapai ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Sebaran asap terpantau semakin meluas pada Senin (02/10), jika dibandingkan hari-hari sebelumnya.
Apa bedanya ‘hotspot’ dan ‘firespot’?
Siti Nurbaya sempat melontarkan antara titik panas (hotspots) dan titik api (firespots). Lalu apa bedanya?
Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan, hotspots adalah titik-titik panas yang dimonitor oleh satelit dengan melihat tingkat kecerahan warna. “Kalau cerah sekali itu indikator hotspots,” katanya.
Sedangkan firespots adalah titik-titik yang sudah terkonfirmasi terjadi kebakaran di wilayah tersebut. “Jadi hotspots ini indikator awal sebelum dia menjadi firespots,” tambah Ardhasena.
Titik terbanyak hotspots berada di Kalimantan Tengah, dan wilayah di Sumatra Selatan.
Dia mengatakan dalam beberapa hari terakhir terjadi kenaikan hotspots, kendati potensi karhutla yang terjadi pada tahun ini “tidak seburuk” pada 2015 dan 2019.
Walhi: Benahi tata kelola yang buruk
Uli Arta Siagian dari Walhi Nasional mengatakan perdebatan apakah asap karhutla Indonesia menyebar hingga negara tetangga atau tidak adalah “hal yang tidak subtantif dan bijak”.
“Jika masih berkutat pada asal asap, maka 10 tahun ke depan kita masih membicarakan hal yang sama. Ini terjadi di kebakaran 2015 dan 2023 kita masih bicara tentang asal asap, tapi tidak menyentuh akar masalahnya,” kata Uli.
Lalu, apa akar masalahnya karhutla? Uli mengatakan terletak pada tata kelola kawasan hutan dan lahan yang dia sebut buruk dan harus segera diperbaiki.
Walhi mencatat setidaknya terdapat tiga penyebab utama karhutla.
Pertama, praktik kanalisasi yang dilakukan perkebunan besar monokultur di atas lahan gambut yang berpotensi besar menciptakan kebakaran.
“Daripada berdebat asal asap, lebih baik benahi tata kelola hutan dan lahan yang buruk. Contoh, kanalisasi itu menyebabkan lahan jadi kering dan tiap tahun akan mudah terbakar,” kata Uli.
Kedua, pembersihan lahan dengan cara pembakaran dan “satu lagi, [kebakaran] itu sebagai cara perusahaan mengakses asuransi tanah,” katanya seraya menambahkan bahwa pemerintah Indonesia telah menerbtkan izin untuk sekitar 900 perusahaan yang beroperasi di wilayah kawasan gambut dan hutan.
Selain melakukan pembenahan tata kelola hutan di dalam negeri, upaya selanjutnya yang harus dilakukan, kata Uli, adalah mengajak pemerintah Malaysia dan negara tetangga lain untuk bersama-sama mencegah hingga menanggulangi karhutla.
“Karena hampir sebagian besar korporasi-korporasi yang beraktivitas baik melalui izin perkebunan di titik-titik hotspots itu, based-nya ada di Malaysia,” kata Uli.
Terkait dengan tata kelola itu, BBC News Indonesia telah menghubungi KLHK, namun hingga berita ini ditayangkan belum ada jawaban.
Senada, peneliti Greenpeace Asia Tenggara Heng Kiah Chun mengatakan, Greenpeace menyerukan kepada negara-negara ASEAN untuk memberlakukan Aturan Kabut Asap Lintas Batas domestic (Transboundary Haze Act).
“Pemberlakuan aturan ini diperlukan sebagai upaya untuk memberikan efek jera, terutama karena terdapat banyak dampak buruk dalam industri [perkebunan] ini.”
“Aturan ini dapat memberikan landasan hukum bagi setiap negara untuk melembagakan pengawasan dan keseimbangan guna memastikan korporasi mereka beroperasi secara bertanggung jawab,” kata Heng.
Greenpeace mencatat paparan asap kebakaran hutan tahun 2015 mengakibatkan 100.300 kematian dini.
Kemudian, jutaan orang menderita penyakit pernapasan karena kabut asap lintas batas yang sebenarnya bisa dihindari melalui tindakan pemerintah yang tegas dan tepat waktu.
Pada tahun 2019, Malaysia dan Singapura mengeklaim telah menawarkan bantuan ke Indonesia untuk memadamkan karhutla.
Namun, pemerintah Indonesia menolak dengan alasan ‘tidak mau dilecehkan’ serta menyatakan punya cukup personil pemadaman.